BERITAISLAM.COM – Indonesia merupakan salah satu negara dengan pemeluk agama Islam terbanyak di dunia, salah satu faktor tersebar luasnya agama islam dengan cepat di Indonesia adalah dengan banyak berdirinya kerajaan-kerajaan Islam di berbagai daerah di Indonesia.
Salah satu kerajaan tersebut adalah Kesultanan Mataram Islam, dalam artikel kali ini beritaislam.com akan menerangkan dari awal muasal nama Mataram, berdirinya Kesultanan, masa kejayaan, masa kemunduran dan hingga peninggalan-peninggalan yang ditinggalkan Kesultanan Mataram.
1.Asal Muasal Nama Mataram
Tahukah kamu awalnya Kesultanan Mataram Islam merupakan sebuah hutan yang bernama Alas Mentaok, yang pada awalnya hutan ini merupakan wilayah bekas Mataram Kuno yang menguasai wilayah Jawa Tengah pada abad ke-8 hingga abad ke-10. Setelah kerajaan Mataram Kuno memindahkan kekuasaanya ke Jawa Timur, akhirnya wilayah tersebut lama kelamaan menjadi sebuah hutan dengan nama Alas Mentaok.
Setelah beberapa abad kemudian wilayah Alas Mentaok menjadi bagian dari Kesultanan Pajang. Tahun 1556, saat Kesultanan Pajang dibawah kepemimpinan Sultan Hadiwijaya alas Mentaok dihadiahkan ke Ki Ageng Pemanahan sebagai hadiah atas keberhasilannya menumpas pemberontakan Arya Penangsang di Blora.
Setelah penerimaan wilayah Alas Mentaok yang dilakukan oleh Sultan Hadiwijaya kepada Ki Ageng Pemanahan, Alas Mentaok yang saat itu masih berupa hutan lebat dibuka menjadi sebuah desa oleh Ki Ageng Pemanahan. Desa tersebut kemudian selanjutnya dinamakan Mataram dan berstatus sebagai kadipaten bawahan Kesultanan Pajang. Mataram sendiri diambil dari kerajaan terdahulu yang menempati wilayah Alas Mentaok yaitu Kerajaan Mataram Kuno.
2.Berdirinya Kesultanan Mataram
Dikutip dari laman wikipedia awalnya, wilayah Kesultanan Mataram merupakan daerah bawahan dari Kesultanan Pajang dengan penguasanya yakni Ki Ageng Pemanahan. Setelah wafatnya Ki Ageng Pemanahan wafat pada tahun 1584 Mataram kemudian dipimpin oleh anaknya yang bernama Pangeran Sutawijaya, Pangeran Sutawijaya inilah yang akan menjadi pendiri sekaligus raja pertama dari Kesultanan Mataram.
Setelah wafatnya Sultan Hadiwijaya pada tahun 1582, Kesultanan Pajang mengalami konflik perebutan kekuasaan besar-besaran yang terjadi antara Pangeran Benawa anak dari Sultan Hadiwijaya dengan Pangeran Pangiri dari Demak. Kesempatan ini segera diambil oleh Pangeran Sutawijaya untuk melepaskan diri dari Kesultanan Pajang dan mendeklarasikan berdirinya Kesultanan Mataram dengan bergelar Panembahan Senopati Ing Alaga Sayidin Panatagama.
Fokus pertama Panembahan Senapati sebagai raja pertama kesultanan Mataram adalah mengamankan wilayah sekitar mataram dengan melakukan ekspansi militer, berturut-turut wilayah seperti sekitar bengawan solo, Madiun dan Ponorogo[1591] dapat ditaklukan , pada saat yang sama jipang dan utara magetan dapat ditaklukan. Ekspansinya berlanjut dengan ditaklukan pasuruan dan bekas wilayah Kesultanan Pajang setelah dilanda konflik internal.
Panembahan Senopati lalu memfokuskan diri untuk menaklukan Jawa bagian barat dengan menjalin hubungan baik dengan Cirebon dan menaklukan Galuh pada tahun 1595, lalu mencoba menaklukan Banten[1597] tapi berujung kegagalan dikarenakan kurangnya transportasi air.
Panembahan Senopati wafat pada tahun ke-1601 dan dimakamkan di Kotagede, Ia berhasil membangun fondasi negara yang kokoh dan wilayah yang luas untuk Kesultanan Mataram. Pengganti Panembahan Senopati adalah anaknya yang bernama Raden Mas Jolang atau yang bergelar susuhunan Hanyakrawati.
3. Kejayaan Kesultanan Mataram
Mataram Islam mengalami puncak masa kejayaan saat kesultanan dipimpin oleh Raden Mas Jatmiko atau yang lebih dikenal Sultan Agung, di bawah kepemimpinannya Mataram tidak mengizinkan VOC[Serikat dagang Hindia Timur] untuk mendirikan loji-loji dagang di sepanjang pantai utara. Sultan Agung menolak lantaran khawatir perekonomian pantai utara akan melemah, penolakan ini membuat hubungan antara Kesultanan Mataram dengan VOC semakin memanas.
Sejak pendudukan VOC di sebagian barat jawa, banten, dan Batavia Sultan Agung melihat VOC sebagai ancaman terbesarnya dalam upayanya untuk mempersatukan Jawa di bawah naungan Kesultanan Mataram. Sultan Agung juga melihat VOC sebagai ancaman yang serius terhadap hegemoni Mataram
Maka dari itu Sultan Agung memutuskan melakukan penyerangan ke pusat pemerintahan VOC yang berpusat di Batavia pada tahun 1628 tapi mengalami kegagalan karena kurangnya dukungan logistik di pasukan Mataram.
Untuk kedua kalinya Sultan Agung kembali menyerang Batavia pada tahun berikutnya, total pasukan pada penyerangan kedua ini berjumlah 14.000 orang prajurit. Untuk mengantisipasi kegagalan seperti pada saat penyerangan pertama, Sultan Agung memutuskan membuat lumbung-lumbung beras tersembunyi di Karawang dan Cirebon, sayangnya usaha ini digagalkan pihak Belanda dengan menggunakan mata-mata dan berhasil memusnahkan lumbung-lumbung tersebut.
Hal ini mengakibatkan pasukan Mataram melemah dikarenakan kurangnya perbekalan ditambah munculnya wabah kolera dan malaria yang melanda pasukan menyebabkan kekuatan pasukan Mataram melemah ketika sampai di Batavia.
Tapi pada serangan kedua ini pasukan Mataram berhasil membendung sungai Ciliwung dan mengotorinya, hal ini menyebabkan Batavia mengalami wabah kolera yang menyebabkan Gubernur Jendral J.P, Coen meninggal dalam wabah tersebut.
Sultan Agung wafat pada tahun 1646 meninggalkan sebuah negara yang ia bangun, membentang cakrawala sebagian besar Jawa, Madura, dan pulau-pulau sekitarnya.
4.Kemunduran Kesultanan Mataram
Sepeninggalnya Sultan Agung, Kesultanan Mataram mengalami kemunduran secara signifikan. Berikut beberapa faktor penyebab kemunduran Kesultanan Mataram adalah sebagai berikut terjadinya konflik antara bangsawan keraton, perebutan tahta kekuasaan, banyaknya terjadi pemberontakan karena sikap raja yang semenang-menang dan gejolak politik yang tidak stabil disertai ikut campurnya VOC dalam pemerintahan Mataram Islam.
Puncak dari kemunduran Kesultanan Mataram adalah dengan ditandatanganinya perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755 yang menyebabkan Kesultanan Mataram menjadi dua bagian yakni Kasunan Surakarta dan Kasultanan Ngayogyakarta. Perjanjian ini merupakan puncak dari segala konflik internal dan eksternal yang terjadi pada Kesultanan Mataram pada masa saat Amangkurat I memerintah hingga pada masa Pakubuwana II.
5.Peninggalan Kesultanan Mataram
Sebagai salah satu kerajaan yang pernah mengalami masa kejayaan, Kesultanan Mataram memiliki sederet peninggalan bersejarah yang masih bisa kita jumpai hingga sekarang. berikut daftarnya:
A. Kitab Serat Sastra Gendhing
Kitab ini merupakan salah satu peninggalan Kesultanan Mataram semasa Sultan Agung, kitab ini diciptakan oleh Sultan Agung sebagai pedoman hidup trah Mataram yang berisi ajaran-ajaran kebijakan yang mencakup politik, sosial, tasawuf dan lain lain
B. Gerbang Makam Kotagede
Bekas peninggalan Kesultanan Mataram ini berupa gapura pintu gerbang masuk kompleks makam Kotagede, gerbang ini berbentuk menyerupai gapura paduraksa di samping pohon beringin tua yang masih tumbuh kokoh sampai sekarang.
C. Masjid Makam Kotagede
Masjid Makam Kotagede merupakan masjid peninggalan yang sudah ada dari Kesultanan Mataram hingga sekarang. Masjid ini berada dalam kompleks makam raja-raja Mataram yang keberadaannya masih dilestarikan dan dijaga hingga sekarang.
D. Makam Raja-Raja Mataram di Imogiri
Kompleks ini merupakan pemakaman keluarga raja-raja kerajaan kesultanan Mataram, tempat ini juga disebut sebagai Pasarean Imogiri atau Pajimatan Girirejo Imogiri. Kompleks pemakaman ini dibangun atas perintah Sultan Agung.
Semoga dengan dibuatnya artikel ini dapat menambah wawasan kita dalam mengetahui sejarah kerajaan Kesultanan Mataram, semoga bermanfaat!
Baca Juga: 5 Keutamaan Abu Bakar As-Siddiq, Salah Satunya Bisa Masuk Surga dari Pintu Manapun