BERITAISLAM.COM – Sholat ied sudah menjadi ibadah rutin umat muslim yang dilakukan dua kali setiap tahunnya. Shalat ini biasanya dilaksanakan bersama-sama di masjid maupun lapangan, tapi masih banyak dari kita yang penasaran dengan hukum shalat ied di rumah. Bolehkah melaksanakan shalat ied di rumah? Yuk, simak artikel berikut untuk mengetahui penjelasan tentang hukum shalat ied di rumah!
Setelah melaksanakan puasa 9 hari pertama di bulan Dzulhijjah, kita dianjurkan untuk ikut melaksanakan ibadah qurban sebagai pelengkap ibadah yang dilakukan. Tidak hanya itu, kita juga dianjurkan untuk melaksanakan shalat ied sebelum menyembelih hewan qurban sebagai bentuk syukur kita kepada Allah.
Hukum Shalat Ied
Para ulama mempunyai pendapat yang berbeda-beda dalam menetapkan hukum shalat ied, berikut 3 hukum shalat ied menurut pendapat ulama:
Pertama, menurut pendapat mazhab Hanafi dan salah satu pendapat Imam Ahmad shalat ied hukumnya fardhu ‘ain. Ini juga pendapat yang dikuatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim, Asy Syaukani, Ash Shan’ani, Syaikh Ibnu Baz dan Syaikh Ibnu Utsaimin. Mereka berdalil dengan ayat:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Shalatlah kepada Rabb-mu dan menyembelihlah” (QS. Al Kautsar: 2).
Dalam ayat ini Allah Ta’ala memerintahkan untuk shalat Idul Adha dan menyembelih qurban dengan fi’il amr (kata perintah). Sedangkan hukum asal perintah adalah wajib.
Kedua, menurut pendapat mazhab Hambali hukum melaksanakan shalat ied hukumnya fardhu kifayah, yang dikuatkan oleh Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts wal Ifta’. yang menunjukkan bahwa kewajiban di sini sifatnya kifayah diantaranya adalah hadits Dhimam bin Tsa’labah radhiallahu’anhu, tentang seorang badui yang bertanya kepada Nabi:
فَإِذَا هُوَ يَسْأَلُ عَنِ الإِسْلَامِ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «خَمْسُ صَلَوَاتٍ فِي اليَوْمِ وَاللَّيْلَةِ»، فَقَالَ: «هَلْ عَلَيَّ غَيْرُهَا؟» قَالَ: «لَا، إِلَّا أَنْ تَطَوَّعَ»
“Dia bertanya kepada Nabi tentang Islam. Maka Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menjawab: shalat 5 waktu sehari-semalam. Orang tadi bertanya lagi: apakah ada lagi shalat yang wajib bagiku? Nabi menjawab: tidak ada, kecuali engkau ingin shalat sunnah” (HR. Bukhari no. 47, Muslim no. 11).
Hadits ini menunjukkan tidak ada shalat yang wajib selain shalat 5 waktu, yaitu kewajiban yang sifatnya fardhu ‘ain. Dan mereka membawa perintah untuk shalat yang selain shalat 5 waktu kepada fardhu kifayah.
Ketiga, hukum shalat ied sunnah muakkadah menurut pendapat jumhur ulama, yaitu madzhab Syafi’i, Maliki, salah satu pendapat dalam madzhab Hanafi, salah satu pendapat imam Ahmad dan juga ini merupakan pendapat Daud Azh Zhahiri, dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu’anhuma ia berkata,
لَمَّا بَعَثَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – مُعَاذًا نَحْوَ الْيَمَنِ قَالَ لَهُ « إِنَّكَ تَقْدَمُ عَلَى قَوْمٍ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَى أَنْ يُوَحِّدُوا اللَّهَ تَعَالَى فَإِذَا عَرَفُوا ذَلِكَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ فَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِى يَوْمِهِمْ وَلَيْلَتِهِمْ ، فَإِذَا صَلُّوا فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ زَكَاةً فِى أَمْوَالِهِمْ تُؤْخَذُ مِنْ غَنِيِّهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فَقِيرِهِمْ ، فَإِذَا أَقَرُّوا بِذَلِكَ فَخُذْ مِنْهُمْ وَتَوَقَّ كَرَائِمَ أَمْوَالِ النَّاسِ »
“Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Mu’adz ke Yaman, Rasulullah bersabda padanya, “Sesungguhnya engkau akan mendatangi sebuah kaum Ahlul Kitab. Maka hendaknya yang engkau dakwahkan pertama kali adalah agar mereka mentauhidkan Allah Ta’ala. Jika mereka telah memahami hal tersebut, maka kabarkan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan mereka shalat lima waktu dalam sehari semalam. Jika mereka mengerjakan itu (shalat), maka kabarkan kepada mereka bahwa Allah juga telah mewajibkan bagi mereka untuk membayar zakat dari harta mereka, diambil dari orang-orang kaya di antara mereka dan diberikan kepada orang-orang fakir. Jika mereka menyetujui hal itu (zakat), maka ambillah zakat harta mereka, namun jauhilah dari harta berharga yang mereka miliki” (HR. Bukhari no. 7372 dan Muslim no. 19).
Dalam hadits ini disebutkan bahwa Allah hanya mewajibkan shalat 5 waktu. Sedangkan kaidah ushuliyyah mengatakan, “jika dalam suatu pendalilan terdapat banyak kemungkinan, maka batal pendalilannya”. Namun kewajiban shalat ied gugur ketika ada udzur seperti dalam kondisi sakit, safar, adanya wabah. Sebagaimana kaidah fikih: “kewajiban bergantung pada adanya kemampuan”.
Hukum Shalat Ied di Rumah
Orang yang tidak bisa menghadiri shalat ied di lapangan maupun masjid karena suatu udzur atau tertinggal, maka disunnahkan untuk melaksanakan shalat ied di rumah. Ini adalah pendapat jumhur ulama, yaitu pendapat madzhab Syafi’i, Hambali dan Maliki.
Dalil disunnahkannya shalat ied di rumah bagi orang yang tidak bisa menghadiri shalat di lapangan atau masjid karena suatu udhur atau tertinggal, sebagaimana disebutkan Imam Al Bukhari dalam Shahih Al Bukhari:
باب: إذا فاتته صلاة العيد يصلي ركعتين، وكذلك النساء ومن كان في البيوت والقرى لقول النبي صلى الله عليه وسلم: “هذا عيدنا أهل الإسلام”، وأمر أنس بن مالك مولاه ابن أبي عتبة بالزاوية فجمع أهله وبنيه وصلى كصلاة أهل المصر وتكبيرهم. وقال عكرمة: أهل السواد يجتمعون في العيد يصلون ركعتين كما يصنع الإمام. وقال عطاء: إذا فاته العيد صلى ركعتين
“Bab: jika seseorang terlewat shalat Ied, maka ia shalat dua raka’at. Demikian juga para wanita dan orang yang ada di rumah serta di pedalaman. Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam: “ini adalah Id orang Islam”. Dan Anas bin Malik memerintahkan pembantunya (shalat dua raka’at), yaitu Ibnu Abi Utbah untuk menjadi imam, ketika berada di Zawiyah. Dan beliau mengumpulkan istrinya dan anak-anaknya, dan beliau shalat seperti shalat Id yang dikerjakan penduduk kota (yang tidak sedang safar) dan dengan cara takbir yang sama.”
Dari hadits di atas disyariatkan bahwa shalat ied di rumah dilaksanakan secara berjamaah, maka posisi imam dan makmum sama seperti shalat berjamaah lainnya. Namun shalat Ied di rumah itu boleh dikerjakan sendiri-sendiri, tidak harus berjamaah. Ibnu Qudamah rahimahullah setelah membawakan atsar dari Anas bin Malik di atas, beliau menjelaskan:
وفكان على صفتها، كسائر الصلوات، وهو مخير، إن شاء صلاها وحده، وإن شاء في جماعة.
“(shalat Ied di rumah) caranya sebagaimana shalat-shalat yang lainnya. Dan seseorang boleh memilih. Jika ia ingin, boleh shalat sendirian. Jika ia ingin, boleh shalat secara berjamaah.” (Al Mughni, 2/289).
Al Muzanni Asy Syafi’i rahimahullah mengatakan:
ويصلي العيدين المنفرد في بيته ، والمسافر ، والعبد ، والمرأة
“Disyariatkan shalat Ied sendirian di rumah bagi musafir, budak dan wanita” (Mukhtashar Al Umm, 8/125).
Tata Cara Shalat Ied di Rumah
Waktu pelaksanaan shalat ied adalah ketika waktu dhuha, menurut pendapat jumhur ulama, dari madzhab Hanafi, Maliki dan Hambali dan salah satu pendapat dalam madzhab Syafi’i. Dimulai ketika matahari meninggi setinggi tombak sampai sebelum zawal, yaitu ketika matahari tegak lurus. Dari Amr bin Abasah radhiallahu’anhu, beliau berkata:
قدِم النبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم المدينةَ، فقدِمْتُ المدينةَ، فدخلتُ عليه، فقلتُ: أخبِرْني عن الصلاةِ، فقال: صلِّ صلاةَ الصُّبحِ، ثم أَقصِرْ عن الصَّلاةِ حين تطلُعُ الشمسُ حتى ترتفعَ؛ فإنَّها تطلُع حين تطلُع بين قرنَي شيطانٍ، وحينئذٍ يَسجُد لها الكفَّارُ، ثم صلِّ؛ فإنَّ الصلاةَ مشهودةٌ محضورةٌ، حتى يستقلَّ الظلُّ بالرُّمح
“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam datang ke Madinah, ketika itu aku pun datang ke Madinah. Maka aku pun menemui beliau, lalu aku berkata: wahai Rasulullah, ajarkan aku tentang shalat. Beliau bersabda: kerjakanlah shalat shubuh. Kemudian janganlah shalat ketika matahari sedang terbit sampai ia meninggi. Karena ia sedang terbit di antara dua tanduk setan. Dan ketika itulah orang-orang kafir sujud kepada matahari. Setelah ia meninggi, baru shalatlah. Karena shalat ketika itu dihadiri dan disaksikan (Malaikat), sampai bayangan tombak mengecil” (HR. Muslim no. 832).
Berikut urutan tata cara shalat ied di rumah:
- Jika shalat ied di rumah dikerjakan secara berjama’ah, maka orang-orang menempatkan diri pada posisi imam dan makmum sebagaimana dalam shalat jama’ah. Imam memerintahkan para makmum untuk meluruskan dan merapatkan shaf. Namun shalat Ied di rumah boleh juga dikerjakan sendiri-sendiri.
- Tidak ada shalat qabliyah
Tidak ada shalat khusus sebelum (qabliyah) atau setelah (ba’diyah) shalat Ied, baik shalat ied di rumah maupun dilapangan atau masjid. Sebagaimana dalil dari hadits Ibnu ‘Abbas radhiallahu’anhu, beliau berkata:
أن النبي – صلى الله عليه وسلم – صلى يوم الفطر ركعتين، لم يُصَلِّ قبلَها ولا بعدها
“Nabi Shallallahu’alahi Wasallam shalat di hari Idul Fitri dua rakaat tanpa menyambung dengan shalat sebelum atau sesudahnya” (HR. Bukhari no. 989).
- Tidak ada adzan atau iqamah
Dalam melaksanakan shalat Ied di lapangan maupun shalat ied di rumah, tidak disyariatkan adzan atau iqamah. Diriwayatkan dari Jabir radhiallahu’anhu, beliau mengatakan :
شهدتُ مع النبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم الصلاةَ يومَ العيدِ، فبدأ بالصَّلاةِ قبلَ الخُطبة بغيرِ أذانٍ ولا إقامةٍ
“Aku pernah menghadiri shalat Ied bersama Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Beliau memulai dengan shalat sebelum khutbah, tanpa ada adzan maupun iqamah” (HR. Bukhari no. 960, Muslim no. 886).
- Tidak ada ucapan “ash shalatu jami’ah”
Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan:
كان صلَّى اللهُ عليه وسلَّم إذا انتهى إلى المصلَّى، أخَذ في الصَّلاة من غير أذانٍ ولا إقامة، ولا قول: الصلاة جامعة، والسُّنة: أنه لا يُفعل شيءٌ من ذلك
“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam ketika sampai di lapangan, beliau memulai shalat Ied tanpa adzan dan iqamah. Juga tidak ada ucapan “ash shalatu jami’ah”. Yang sesuai sunnah adalah tidak melakukan itu semua sama sekali” (Zaadul Ma’ad, 1/442).
- Niat shalat Ied dalam hati, tidak perlu dilafalkan
Niat shalat di cukup di dalam hati, tidak perlu dilafalkan. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tidak pernah mengajarkan lafadz niat shalat Ied atau lafadz niat shalat-shalat yang lain. Tidak terdapat dalil bahwa beliau memulai shalat dengan membaca suatu bacaan. Bahkan dalam hadits dari ‘Aisyah radhiallahu’anha, ia berkata:
كان رسول الله – صلى الله عليه وسلم – يستفتح الصَّلاة بالتّكبير
“Biasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam memulai shalatnya dengan takbir” (HR. Muslim, no.498).
- Takbiratul ihram (1 kali)
- Takbir zawaid (7 kali)
Ketika shalat Ied bertakbir sebanyak 7 kali pada rakaat pertama, atau 5 kali pada rakaat kedua. Takbir ini dinamakan takbir zawaid (tambahan). Hukumnya sunnah, dan ini adalah pendapat jumhur ulama dari madzhab Hambali, Syafi’i dan Maliki. Dalilnya hadits ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, beliau berkata:
أن رسول الله – صلى الله عليه وسلم – كان يكبر في الفطر والأضحى: في الأولى سبع تكبيرات، وفي الثانية خمساً، سوى تكبيرتي الركوع
“Rasulullah Shallallahu’alahi Wasallam biasanya bertakbir pada shalat Idul Fitri dan Idul Adha 7 kali di rakaat pertama dan 5 kali di rakaat kedua, tidak termasuk takbir untuk rukuk” (HR. Abu Daud 1150, Ibnu Majah 1280, dishahihkan Al Albani dalam Irwaul Ghalil no.639).
- Membaca doa iftiftah
- Membaca ta’awwudz
- Membaca basmalah
- Membaca Al Fatihah
- Mengucapkan “amiin”
- Membaca surat Al A’laa, atau boleh juga surat yang lain
- Takbir intiqal menuju ruku …. dan seterusnya sama seperti shalat biasanya sampai sujud kedua.
- Bangkit dari sujud sambil takbir intiqal
- Takbir zawaid (5 kali)
Ulama sepakat bahwa 5 takbir di rakaat kedua tidak termasuk takbir intiqal (ketika bangun dari sujud). Sehingga total takbir di awal rakaat kedua adalah 6 takbir.
- Membaca ta’awwudz
- Membaca basmalah
- Membaca Al Fatihah …. dan seterusnya sama seperti shalat biasanya sampai salam
- Membaca dzikir setelah shalat dan tidak ada khutbah.
Melaksanakan khutbah dan mendengarkan khutbah hukumnya sunnah dan tidak berpengaruh pada keabsahan shalat ied jika meninggalkannya. Ini adalah kesepakatan ulama 4 madzhab. Berdasarkan hadits:
إنَا نخطب، فمن أحب أن يجلس للخطبة فليجلس، ومن أحب أن يذهب فليذهب
“Aku (Rasulullah) akan berkhutbah. Siapa yang ingin duduk mendengarkan, silakan. Siapa yang ingin pergi, juga silahkan” (HR. Abu Daud no.1155, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami no. 2289).
Andaikan khutbah Ied itu wajib, maka akan diwajibkan pula untuk mendengarkannya. Adapun ketika shalat ied di rumah, sebagian ulama tetap menganjurkan untuk ada khutbah, ketika dilakukan secara berjamaah di rumah. Dalilnya, mereka mengqiyaskan dengan shalat ied di lapangan. Dalam kitab Mughnil Muhtaj (1/589) disebutkan:
ويسن بعدهما خطبتان للجماعة تأسيا به – صلى الله عليه وسلم – وبخلفائه الراشدين، ولا فرق في الجماعة بين المسافرين وغيرهم
“Disunnahkan setelah shalat Ied ada khutbah bagi jama’ah dalam rangka mencontoh Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dan para Khulafa Ar Rasyidin. Tidak ada perbedaan antara jama’ah musafir maupun selain mereka”.
Namun, wallahu a’lam, yang lebih tepat dalam hal ini adalah tidak ada khutbah ketika shalat ied di rumah. Sebagaimana praktek para salaf yang telah disebutkan riwayat-riwayatnya, dari Anas bin Malik, Ma’mar bin Abdillah, Ikrimah, Atha’, Qatadah, Ibrahim An Nakha’i dan lainnya, tidak menyebutkan bahwa mereka melakukan khutbah ketika tertinggal shalat ied atau ketika melakukan shalat ied di rumah.
Dengan demikian, kita tahu bahwa hukumnya boleh melaksanakan shalat ied di rumah. Lalu, setelah melaksanakan shalat ied kita dapat menyempurnakannya dengan ikut melaksanakan qurban. Bagi anda yang masih bingung ingin melaksanakan qurban, anda dapat mengunjungi laman Qurbanalfatihah.com. Selain boleh melaksanakan shalat ied di rumah, anda juga bisa melaksanakan qurban mudah dari rumah. Cukup kunjungi website https://qurbanalfatihah.com/ anda bisa memilih hewan qurban yang diinginkan.
Yuk, qurban sekarang!
Baca Juga: Bolehkah Non Muslim Menerima Daging Qurban? Ini 3 Alasan Non Muslim Boleh Menerima Daging Qurban!