BERITAISLAM.COM – Kebiasaan mencium mushaf ini secara otomatis dilakukan ketika mushaf jatuh secara tidak sengaja. Namun sebenarnya adakah dalil mengenai hukum mencium mushaf yang shahih?
Sebagian menganggap bahwa tindakan ini sebagai bentuk memuliakan dan menghormati mushaf sebagai kalam Allah. Yang mana hingga kini, mushaf memegang peran penting sebagai petunjuk manusia akan jalan yang lurus.
Namun adakah tindakan Rasulullah yang menyerupai hal ini? Artikel ini akan mengulas sedikit mengenai asal mula kebiasaan mencium mushaf serta hukumnya menurut sebagian ulama. Simak artikel di bawah dengan seksama!
Hukum Mencium Mushaf
Sebenarnya tidak ada dalil khusus, pun tidak ada catatan sejarah yang menunjukkan bahwa Rasulullah melakukan tindakan tersebut. Namun ada beberapa pendapat ulama dari beberapa mazhab.
Mazhab Maliki berpendapat bahwa melakukan tindakan tersebut hukumnya makruh. Namun mazhab Hanafi dan Hambali berpendapat bahwa tindakan tersebut dibolehkan.
Sedangkan mazhab Syafi’i beranggapan bahwa mencium mushaf itu merupakan tindakan yang dianjurkan, namun tidak diwajibkan. Negara Indonesia sendiri menganut mazhab Syafi’i, sehingga boleh mencium mushaf dengan tujuan menghormati dan memuliakan.
Namun pendapat lain juga mengemukakan, bahwa tidak seharusnya cara menghormati dan memuliakan mushaf dilakukan sebagaimana tindakan tersebut karena Rasulullah sendiri tidak pernah mencontohkannya.
Lain halnya dengan mencium hajar aswad. Bukan sekadar bentuk memuliakan batu dari surga tersebut, namun karena Rasulullah mencontohkan tindakan tersebut. Hingga saat ini mencium hajar aswad menjadi tindakan yang dianjurkan.
Dalam agama kita dituntut untuk mampu memilah tindakan mana saja yang sekiranya dicontohkan langsung oleh Rasulullah, sehingga jelas nilai ibadah dan tujuannya. Tidak semua hal hukumnya mubah dalam urusan beragama.
Lain halnya dengan urusan berkegiatan dunia. Rasulullah tidak pernah mencontohkan naik pesawat untuk bisa sampai ke Makkah, namun karena kemajuan teknologi, pesawat menjadi alat transportasi yang boleh digunakan untuk bisa beribadah haji.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa tidak ada dalil khusus yang menjelaskan bahwa Rasulullah melakukan tindakan tersebut. Kebiasaan mencium mushaf ini sering disamakan dengan mencium hajar aswad.
Apabila ingin melakukan kebiasaan mencium mushaf karena memuliakan mushaf yang tidak sengaja jatuh, maka dibolehkan. Selama tidak terbesit niat buruk untuk menyalahi aturan.
Asal-Usul Kebiasaan Mencium Mushaf
Rasulullah memang tidak pernah melakukan kebiasaan mencium mushaf, sehingga kebiasaan ini mulai terbentuk sejak zaman sahabat. Banyak peristiwa yang pada akhirnya melahirkan kebiasaan mencium mushaf ini.
Pada kisah Ikrimah bin Abu Jahal dengan latar belakang mencium mushaf saat pertama kali memeluk agama islam. Tindakan ini dilakukan sebagai bentuk kecintaan pada kalam Allah, serta rasa syukur sebab tidak mati terbunuh dalam perang Badar.
Kebiasaan mencium mushaf ini muncul dari resepsi sisi teologis yang sebenarnya telah terjadi proses transformasi. Sehingga kebanyakan masyarakat muslim percaya, mungkin dengan tindakan ini menjadi salah satu bentuk memuliakan mushaf.
Hal yang menjadi latar belakang mencium mushaf karena yang paling utama Al-Qur’an merupakan kalam Allah yang wajib dimuliakan. Anugerah paling berharga yang Allah turunkan sebagai petunjuk kehidupan muslim di dunia.
Mencium mushaf sering dianalogikan dengan mencium hajar aswad sebagai bentuk kemuliaan. Namun perlu berhati-hati dalam menyikapi tindakan ini karena tidak ada dalil yang menjelaskan secara tegas.
Jika kebiasaan mencium mushaf dianggap sebagai bentuk memuliakan mushaf, maka ada alternatif lain daripada tindakan tersebut. Memuliakan mushaf bisa dimulai dengan meletakkan mushaf pada tempat yang lebih tinggi.
Sekiranya mushaf tidak terletak di bawah pusar ketika orang dewasa berdiri. Menjaga kebersihan tempat ketika akan membaca mushaf, juga memperhatikan kebersihan mushaf untuk tidak menyentuhnya dalam keadaan kotor.
Faktor internal lain yaitu membaca Al-Qur’an dengan niat ikhlas, mempelajari serta mengamalkan kandungan di dalamnya. Sehingga Al-Qur’an bisa menjadi pedoman hidup manusia pada jalan yang benar.
Setelah beriman dan percaya bahwa Al-Qur’an diturunkan Allah sebagai pedoman hidup, langkah lain dalam memuliakan mushaf adalah membaca setiap ayatnya dengan tartil. Suara yang cenderung tidak terlalu keras, pun tidak terlalu pelan.
Seimbang suaranya dengan hukum bacaan yang benar sesuai tajwid, tanda waqaf, serta makhorijul huruf atau tempat keluarnya huruf. Setelah menguasai hukum bacaan Al-Qur’an, ajarkan kepada orang lain agar ilmunya terus mengalir dan tidak terhenti pada satu pihak.
Sedikit penjabaran ini mengajarkan bahwa memuliakan mushaf tak hanya membangun kebiasaan mencium mushaf saja, baik memuliakan secara fisik maupun secara batin. Semuanya tergantung bagaimana niat setiap pribadi.
Demikian sedikit penjabaran ini disampaikan. Semoga menambah wawasan baru dan bermanfaat untukmu! Wallahu a’lam bishawab.