BERITAISLAM.COM – Banyak hal dibalik hari Asyura, terutama sejarah hari Asyura yang kurang populer dan jamak diketahui kaum muslimin. Di awal bulan Muharam ini banyak keutamaan amalan sunah yang bisa dilakukan di hari-hari tertentu dan secara umum bisa dilakukan selama bulan Muharam berlangsung. Lalu, bagaimanakah sejarah hari Asyura yang biasa ditemui di awal bulan Muharam? Ini dia penjelasannya!
Sejarah Hari Asyura yang Ada di Awal Bulan Muharam
Sejarah hari Asyura pada dasarnya telah dijelaskan secara tersirat dalam penjelasan ulamatentang keutamana puasa sunah Asyura yang biasa dilakukan pada 10 Muharam. Banyak hikmah yang biasa dijelaskan dalam ceramah atau kajian yang disampaikan oleh para ulama, terutama tentang puasa yang ada sebelum dan setelah 10 Muharam. Dibalik dari anjuran untuk berpuasa satu hari sebelum dan setelah tanggal 10, ternyata banyak sejarah di masa lalu yang biasa akan disampaikan dan menjadi dasar mengapa puasa sunah Asyura ada.
Dalam sebuah hadis dijelaskan mengapa puasa hari Asyura ada.
كان يوم عاشوراء ا تصومه قريش في الجاهلية، وكان رسول الله يصومه في الجاهلية، فلما قدم المدينة صامه ، وأمر بصيامه، فلما فُرضَ رمضان ترك يوم عاشوراء فمن شاء صامه، ومن شاء تركه
“Kaum Quraisy dahulu berpuasa di hari Asyura, dan Rasulullah berpuasa di hari tersebut pada masa jahiliyah. Kemudian, ketika datang ke Madina, Rasululah berpuasa pada hari itu dan memerintahkan untuk berpuasa. Ketika diwajibkan berpuasa pada bulan Ramadan, beliau meninggalkan puasa pada hari Asyura. Maka barang siapa yang ingin berpuasa, baginya puasa. Dan barangsiapa yang tidak ingin, boleh baginya meninggalkan puasa tersebut.” (H.R. Bukhari, No. 2002 dan Muslim No. 1125)
Hadis tersebut memberi penjelasan tentang kondisi pada zaman dahulu yang menunjukkan masyarakat jahiliyyah yang mengetahui tentang sejarah hari Asyura dan melakukan puasa seperti yang dilakukan oleh kaum muslimin. Nabi juga melakukan puasa tersebut secara konsisten hingga sebelum hijrah. Beliau juga memberi anjuran pada kaum muslimin untuk berpuasa Muharam setiap Muharam datang.
Dalam sebuah hadis pun dijelaskan bahwa Al Qurtubhi rahimahullah menjelaskan tentang sejarah hari Asyura yang bagi bangsa Arab sudah mengetahui syariat dan kedudukannya. “Hadis Aisyah menunjukkan bahwa puasa pada hari ini bagi bangsa Arab sudah diketahui pensyariatannya dan kedudukannya. Mereka bersandar dalam mengerjakan ibadah tersebut kepada alasan bahwa itu merupakan syariat Nabi Ibrahin dan Nabi Ismail salawatullah wa salamuhu alaihima. Sebab mereka (bangsa Arab) menisbatkan nasab keapada beliau berdua dna menyandarkan kebanyakan hukum-hukum haji dan lainnya kepada beliau berdua.” (Al Mufhim, 3/190)
Hadis diatas ternyata menjadi penjelasan yang lebih detail tentang wajibnya puasa Asyura yang pada awal pensyariatannya setelah Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam hijrah ke Madinah. Dalam hadis lainnya, ada perintah pengerjaan puasa berdasarkan pendapat yang paling sahih dari dua pendapat ahli ilmu. Dari Salamah bin Al Akwa beliau berkata “Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam memerintahkan seorang sahabat dari Kabilah Aslam untuk megumumkan kepada manusia bahwa, “Barangsiapa yang sudah makan, hendaklah dia melakukan (melanjutkan) puasa pada sisa harinya. Dan barangsiapa yang belum makan, maka hendaklah ia berpuasa (penuh), karena hari ini adalah hari Asyura.” (Muttafaqun Alaih)
Ketika diwajibkan puasa Ramadan pada tahun kedua Hijriah, maka kewajiban puasa Asyura dihapuskan dan yang tersisa hukumnya adalah sunah. Puasa Asyura kemudian diwajibkan, kecuali hanya pada tahun pertama. Pada tahun kedua hijiah, maka tidak ada lagi kewajiban untuk menunaikan puasa Asyura, karena puasa Ramadan diwajibkan setelah pertengahan tahun kedua.
Nabi pun bertekad pada akhir hidupnya untuk berpuasa di satu hari sebelum puasa Asyura, yaitu pada hari ke sembilan sekaligus hari ke sepuluh. Hal inilah yang dilakukan nabi untuk menyelisihi ahli kitab dalam mengerjakan puasa yang juga mereka alakukan di waktu yang sama.
Baca Juga: Simak 5 Manfaat Puasa untuk Tubuh Berikut Ini dan Maksimalkan Puasa Sunah di Pekan Ini!