BERITAISLAM.COM – Ternyata ada marah yang dibolehkan dalam Islam! Marah adalah suatu perasaan yang bisa dipicu oleh banyak faktor. Biasanya marah terjadi jika hal-hal tertentu tidak berjalan sesuai prediksi atau ada kesalahan besar yang dilakukan orang lain dan berdampak pada diri sendiri. Dalam kehidupan sehari-hari marah seringkali diidentifikasi sebagai emosi buruk dan harus dihindari. Padahal banyak anjuran, tips, dan keutamaan untuk menahan marah. Dalam Islam pun ternyata ada marah yang dibolehkan bahkan termasuk dalam hal yang terpuji. Apa saja jenis marah yang dibolehkan dalam Islam? Ini dia ulasannya!
Marah yang dibolehkan
Marah yang dianjurkan dan terpuji adalah marah yang didasari atau dilandasi hanya karena Allah. Marah yang dimaksud adalah marah yang disebabkan ada aturan atau syariat Allah yang dihindari dan dilanggar, menegakkan kebenaran, dan untuk membela agama. Marah semacam itulah yang dibolehkan oleh Islam. Marah semacam itu pernah dicontohkan oleh Nabi Musa ketika pulang dan mendapati kaumnya berbuat kesyirikan dengan menyembah patung anak sapi dan hal itu diabadikan Allah dalam Alquran surat Al A’raf ayat 148-154. Dalam ayat ke 150 Allah Ta’ala berfirman yang artinya “Dan tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dnegan marah dan sedih hati, dia berkata, “Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah kepergianku!”” (Q.S. Al A’raf: 150)
Indikasi marah yang terukur
Tak hanya sebab marah yang harus dipertimbangkan seperti penjelasan poin sebelumnya, marah juga harus terukur meski objek yang menjadi pemicu kemarahan telah tervalidasi. Dalam sebuah hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Bukanlah orang kuat (yang sebenarnya) dengan (selalu mengalahkan lawannya dalam) pergulatan (perkelahian), tetapi orang kuat (yang sebenarnya) adalah yang mampu mengendalikan (menahan) dirinya ketika marah (yang tercela maupun yang terpuji).” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Dalam hadis lainnya pun dijelaskan bahwa “Barangsiapa yang menahan kemarahannya padahal dia mampu untuk melampiaskannya, maka Allah Ta’ala memanggilnya (membanggakannya) pada hari kiamat di hadapan semua manusia sampai (kemudian) Allah membiarkannya memilih bidadari bermata jeli yang disukainya.” (H.R. Abu Dawud no. 4777, At-Tirmidzi no. 2021, Ibnu Majah no. 4185) Adapun indikasi marah yang terukur akan dijelaskan dalam beberapa poin di bawah ini.
- Tidak memicu perbuatan yang melanggar aturan syariat agama
Beberapa hal yang termasuk hal yang melanggar aturan syariat agama, yaitu memukul, main hakim, mencaci-maki, dan lainnya. Hal tersebut juga telah dijelaskan Allah dalam sebuah ayat dalam Alquran yang artinya “Dan janganlah kamu memaki sesembahan-sesembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan.” (Q.S. Al An’am: 108)
- Memberikan nasihat
Seseorang yang marah karena Allah, maka marah tersebut adalah marah yang dibolehkan, membangun dan mendorong diri untuk semakin semangat menyampaikan kebaikan dan kebenaran. Dalam sebuah riwayat Abu Mas’ud Al-Badri bahwa ada petani menemui Rasulullah dan berkata perihal ia memisahkan diri dari salat (dalam riwayat lain memperlambat datang salat) karena si fulan terlalu lama (memanjangkan) bacaan surah pada saat salat.
Begitu Rasulullah mendengar petani tersebut, Abu Mas’ud kemudian berkata “Belum pernah kulihat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sedemikian marahnya seperti ketika beliau menasihatinya.” Lantas, Nabi menegur, “Hai manusia, jangan sampai ada di antara kalian ada yang menjadikan orang lain menjauhkan diri dari (masjid dan ibadah), siapa di antara kalian mengimani orang-orang, lakukanlah secara ringkas (sederhana), sebab di sana ada orang-orang tua, orang lemah, dan orang yang mempunyai keperluan.” (H.R. Bukhari) Kondisi dalam hadis tersebut adalah kondisi saat Nabi marah dan kemarahannya dimanfaatkan dalam rangka untuk menasihati kepada para sahabatnya.
- Memberikan hukuman
Memberikan hukuman dilakukan agar seseorang yang melakukan kesalahan juga merasakan jera dan menjadi peringatan bagi orang lain agar tidak melakukan kesalahan yang sama. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata yang artinya “Tidak pernah (Rasulullah) itu terkena sesuatu yang menyakiti, lalu memberikan pembalasan kepada orang yang berbuat terhadapnya, kecuali jikalau ada sesuatu dari larangan-larangan Allah dilanggar, maka Rasulullah memberikan pembalasan karena mengharapkan keridaan Allah Ta’ala.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat lainnya pun dijelaskan bahwa marah disertai hukuman yang pantas telah dijelaskan Allah dalam hadis yang artinya “Perintahkanlah anak-anak kalian untuk melakukan salat saat usia mereka tujuh tahun, dan pukullah (aturan memukul dalam islam: maksimal 10x, tidak di tempat yang sama, alatnya tidak boleh dari besi/rotan, tidak boleh membekas) mereka saat usia sepuluh tahun. Dan pisahkan tempat tidur mereka.” (H.R. Abu Daud no. 495. Lihat Irwa’u Ghalil, no, 247)
Itulah ulasna mengenai marah yang dibolehkan dalam Islam beserta bagaimana bentuk kemarahan dan kondisi yang dibolehkan untuk marah. Satu hal yang perlu digarisbawahi adalah marah yang dibolehkan dalam Islam adalah marah yang didasarkan pada pelanggaran syariat Islam yang terjadi dan harus dilakukan sesuai contoh yang telah nabi contohkan dalam beberapa riwayat hadis. Marah yang dibolehkan dalam islam juga harus didasari oleh niat yang benar dan jangan sampai masuk ke dalam perangkap setan untuk memicunya.
Baca Juga: 5 Hal yang Membuatmu Tidak Diganggu Setan