BERITAISLAM.COM – Palestina dan kolonialisme adalah sebuah pasangan kata yang nampaknya belum bisa dipisahkan. Kedua kata tersebut adalah representasi dari kondisi yang terjadi di Palestina saat ini. Bukan hanya karena kita mengetahui kondisi Palestina secara berkala akibat eskalasi penyerangan Israel saja, tetapi juga sejak awal mula perang Salib terjadi di Bumi Syam. Lantas, bagaimana sebenarnya kondisi Palestina dan kolonialisme disana? Ini dia ulasannya!
Perang Salib
Sejak awal, kondisi penjajahan yang dilakukan Israel pada bangsa Palestina adalah sebuah warisan dari perang Salib yang sudah berlangsung jauh sebelum kondisi terparah yang kita lihat saat ini. Pada satu waktu, ketika pasukan Inggris baru saja memasuki Al Quds pada perang Salib, panglima perangnya menyerukan “kita telah selesai perang Salib” katanya. Jenderal Inggris itu pun mengatakan dengan tegas bahwa peperangan ini adalah peperangan antar agama.
Sayangnya, sejak masa pernag Salib hingga agresi Israel 7 Oktober sampai saat ini, korban yang paling menyedihkan adalah kaum muslimin Yerussalem. Masyarakat muslim menjadi korban yang paling menyedihkan sejak masa perang Salib hingga saat ini.
Oleh sebab itulah, Shalahuddin Al Ayyubi tidak pernah bersedia dengan pendekatan perdamaian bahkan negosiasi yang tidak jelas. Raja Richard Inggris pernah mengajukan perdamaian dengan pasukan kaum muslimin pada 9 Oktober 1192 dengan alasan perang telah menjadikan banyak korban dari kedua belah pihak.
Siasat politik semacam inilah yang sebenarnya berakar dari persoalan kepercayaan. Kondisi Palestina dan kolonialisme yang masih ada saat ini pun praktis terhubung dengan politik Timur Tengah, meski secara mendasar asal mulanya adalah tentang kepercayaan antara Yahudi, Nasrani, dan Islam. Kecondongan sesama muslim pada kondisi warga Palestina pun sejatinya didasarkan pada dorongan iman yang membuat banyak muslim kemudian terang-terangan menunjukkan keberpihakannya pada Palestina.
Dalam laman insists.id Suaiman Al Bujairimi dalam kitab fikihnya menulis bahwa fatwa kecondongan hati (al mail al qalbiy) secara terang-terangan kepada kafir harbi dan orang fasiq hukumnya haram, meskipun ada sebab-sebab yang bisa menolak kemudharatan (Sulaiman bin Muhammad Al Bujairimi, Khasyiyah Al Bujairimi jilid 4, hal 291 dalam insists.id) Oleh karena itu, ukhuwah diniyyah (persaudaraan sesama agama) lebih tinggi kedudukannya atas ukhuwha basyariyyah (persaudaraan sesama manusia).
Simpati hingga empati pada saudara muslim di Palestina pun termasuk pada simpati yang didasarkan pada agama, melebihi simpati kemanusiaan saja. Hal itulah yang dilakukan seorang muslim atas dorongan agama untuk turut serta merasakan kepedihan yang dialami saudara muslim di Palestina dan kolonialisme yang masih ada di sana.
Kondisi Palestina dan Kolonialisme Di Sana
Palestina dan kolonialisme yang terjadi disana harus ditarik mundur ke akar pengertian kolonialisme terlebih dahulu. Kolonialisme pada dasarnya adalah paham tentang penguasaan oleh suatu negara atas daerah atau bangsa lain dengan maksud untuk memperluas negara itu. (KBBI VI) Pengertian itu jika dipahami lagi maka seharusnya tidak sesuai dengan kondisi yang terjadi pada Palestina saat ini. Israel yang dulunya tidak memiliki negara, kini difasilitasi untuk menjajah tanah Palestina.
Secara teritorial, Israel tidak pernah memiliki negara resmi sampai pada tahun 1948 hadiah dari Inggris untuk kaum Israil menduduki tanah Palestina. Sejak saat itulah, secara politik Israel menjadi sebuah negara, meski hingga era modern seperti saat ini Israel tidak memiliki teritorial yang sah. Selain secara teritorial, dalam padangan historis Israel juga tidak memiliki tanah yang digunakan untuk menetap, sebab kebiasaan bani Israel yang tidak pernah menetap dalam satu wilayah sampai memiliki hak teritorial. Kehidupan nomaden mereka sudah berlangsung sejak zaman nabi-nabi, meski asal mereka sesungguhnya ada di negeri Ur atau saat ini masuk wilayah Irak Selatan.
Oleh karena itulah,, Palestina dan kolonialisme adalah dua kata yang sampai saat ini belum terpisahkan, sebab Israel masih bercokol di tanah yang diberkahi tersebut. Kolonialisme inilah yang diturunkan oleh generasi Inggris, pada Israel, hingga saat ini Palestina masih terjajah bahkan semakin mengkhawatirkan.
Bisa dibilang, kondisi yang terjadi di Palestina saat ini sejak awal adalah penjajah dan bukan perang, apalagi konflik. Bernarlah perkataan mantan Menteri Luar Negeri RI tahun 1956-1957 yang menyebut bahwa pendudukan Zionis Israel pada Palestina dengan Blackiest Imperialism, sebab Israel tidak mengambil hasil bumi Palestina, tetapi mengambil tanahnya, mengusir warganya, dan menggantinya dengan penduduk Yahudi.
Padahal, jika melihat arti kata imperialisme, maka yang didapati adalah sistem politik yang bertujuan untuk menjajah negara lain untuk mendapatkan kekuasaan dan keuntungan yang lebih besar. Berarti, jika imperialisme klasik tidak cocok dengan kondisi yang disebabkan olah ulah tangan kaum Israel, maka tidak ada istilah yang lebih tepat untuk menandingi istilah dari mantan Menlu RI tahun 1956-1957 tersebut, kecuali Israelism.
Hasbunallah wa ni’mal wakil, cukuplah Allah sebagai penolong bagiku dan Dia adalah sebaik-baiknya penolong. Itulah ulsan mengenai Palestina dan kolonialisme yang masih ada di bumi Syam. Semoga menjadi pencerahan dan pemantik unutk bergerak menyuarakan kondisi warga di sana. Barakallahufikum.