BERITAISLAM.COM – Perang Tabuk adalah salah satu peristiwa penting dalam sejarah Islam. Meskipun disebut “perang”, kenyataannya tidak terjadi pertempuran fisik di medan Tabuk. Namun, momen ini penuh dengan pelajaran besar tentang kepemimpinan, pengorbanan, dan keteguhan iman. Perang Tabuk terjadi pada tahun ke-9 Hijriyah, tepatnya di bulan Rajab, ketika Nabi Muhammad SAW memimpin pasukan Muslim untuk menghadapi ancaman dari Kekaisaran Romawi di wilayah perbatasan Syam (sekarang wilayah Yordania).
Latar Belakang dan Peristiwa Perang Tabuk
Setelah peristiwa Fathu Makkah dan ekspedisi Hunain, islam semakin kuat dan mulai diperhitungkan oleh kekuatan besar dunia saat itu. Salah satunya adalah Romawi Timur (Byzantium) yang khawatir dengan perkembangan islam.
Informasi intelijen menyebutkan bahwa Kaisar Heraklius telah mengumpulkan pasukan besar di Syam untuk menyerang wilayah Muslim. Sebagai langkah antisipatif, Rasulullah SAW memutuskan untuk tidak menunggu serangan, melainkan melakukan gerakan strategis menuju wilayah Tabuk (dekat perbatasan Romawi).
Perjalanan menuju Tabuk sangat berat. Bayangkan, kaum muslimin harus menempuh jarak sekitar 700 km dari Madinah ke Tabuk, di tengah musim panas yang menyengat, kekeringan, dan kekurangan logistik. Semua itu terjadi di bulan rajab, yang termasuk salah satu bulan suci yang dihormati dalam islam.
Sebagian orang enggan berangkat. Mereka tergoda oleh kenyamanan, panen kurma, dan hawa panas yang ekstrem. Allah menyinggung sikap ini dalam Al-Qur’an:
“Orang-orang yang ditinggalkan (tidak ikut berperang) merasa senang tinggal di belakang Rasulullah dan mereka tidak suka berjihad dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah. Mereka berkata: ‘Janganlah kamu berangkat (pergi berperang) dalam panas terik ini.’ Katakanlah: ‘Api neraka Jahanam itu lebih sangat panasnya, jika mereka mengetahui’.”
(QS. At-Taubah: 81)
Namun, pasukan yang berangkat menunjukkan keteguhan iman dan loyalitas luar biasa. Bahkan, banyak sahabat yang berlomba-lomba menyumbang harta, seperti Abu Bakar yang memberikan seluruh hartanya, dan Utsman bin Affan yang menyumbang 300 unta dan 1.000 dinar.
Sesampainya di Tabuk, ternyata pasukan Romawi yang kabarnya besar itu tidak muncul. Diduga mereka mengurungkan niat atau memang belum siap. Rasulullah SAW dan pasukan muslim tinggal selama 20 hari di Tabuk, lalu kembali ke Madinah tanpa peperangan.
Walaupun tidak terjadi pertempuran, misi ini tetap dianggap sukses besar, karena:
- Menunjukkan kekuatan dan kesiapan umat islam.
- Membuat kabilah-kabilah di perbatasan Romawi tunduk secara damai dan membayar jizyah.
- Menguatkan pengaruh islam hingga ke luar Jazirah Arab.
Tiga Sahabat yang Tidak Ikut dan Diuji
Kisah yang tak kalah menyentuh dari Perang Tabuk adalah tentang tiga sahabat yang tidak ikut tanpa uzur: Ka’ab bin Malik, Murarah bin Rabi’, dan Hilal bin Umayyah. Mereka dihukum dengan dikucilkan selama 50 hari, hingga Allah menerima taubat mereka.
“Dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat mereka), hingga apabila bumi terasa sempit bagi mereka…”
(QS. At-Taubah: 118)
Kisah ini menjadi pelajaran besar tentang kejujuran, penyesalan, dan kasih sayang Allah terhadap hamba yang bertobat dengan tulus.
Dari penjelasan diatas, perang Tabuk adalah momen bersejarah di bulan Rajab, ketika Rasulullah SAW memimpin ekspedisi besar untuk menghadapi Romawi tanpa peperangan langsung. Ujian fisik, iman, dan komitmen para sahabat di momen perang Tabuk ini menjadi inspirasi abadi bagi umat islam. Peristiwa ini menunjukkan bahwa kemenangan bukan selalu diukur dengan pertempuran, tetapi dengan strategi, kesiapan, dan kekuatan moral.
Baca Juga : Ujian dan Cobaan Seorang Mualaf, Bagaimana Menghadapinya?