BERITAISLAM.COM – Hidup dalam kekayaan memang impian seluruh penduduk semesta. Padahal Allah memiliki kendali atas segala hal yang ada di bumi ini, termasuk mencabut nikmat kekayaan. Mulai saat ini belajar syukur dengan keadaan yang telah Allah tetapkan.
Dunia ini berjalan begitu adil, bahkan semua ada balasannya sendiri. Memang sudah seharusnya tugas manusia bersyukur dan terus berdoa, meski belum mampu bersedekah sebagai implementasi rasa syukur tersebut.
Artikel di bawah akan mengulas perihal belajar syukur dengan keadaan yang telah Allah tetapkan, serta kisah realistis pada zaman nabi. Simak lengkapnya!
Belajar Syukur Dengan Keadaan
Rezeki merupakan hak atas setiap manusia yang telah Allah berikan untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya. Rezeki tak selalu berupa materi, bisa berupa non-materi. Rezeki berupa materi harus dijemput dengan cara-cara yang halal demi meraih keberkahan.
Dalam pandangan islam, rezeki terbagi menjadi dua jenis, rezeki umum dan khusus. Rezeki umum adalah jenis rezeki yang bermanfaat untuk seluruh makhluk hidup. Seperti harta, kesehatan, maupun tempat tinggal.
Sedangkan rezeki khusus yaitu rezeki yang menunjang kebermanfaatan rohani. Rezeki ini bermanfaat untuk menegakkan iman dan taqwa seseorang, seperti ilmu, amal ibadah, serta keistiqomahan.
Hidup tak selamanya berada di pihak kita. Bisa saja yang semula miskin dijadikan kaya, pun bisa dikembalikan lagi pada keadaan miskin. Hidup memang bukan ranah kita untuk diatur baik-baik saja.
Janji Allah yang pasti, Dia akan menambah nikmat pada orang yang senantiasa bersyukur. Meski pada dasarnya nikmat ini tak selalu perihal uang. Kadang bisa berupa nikmat makanan, lingkungan yang nyaman, bahkan nikmat beribadah.
Allah menitip kemiskinan agar manusia mampu bersabar dengan kondisinya. Pun dengan kekayaan agar manusia mengingat Allah dengan senantiasa bersyukur. Kedua keadaan tersebut memiliki peluang untuk menjatuhkan manusia pada jalan yang salah.
Sebagai manusia yang berakal kita harus belajar bersyukur dengan keadaan. Kekayaan tak selalu baik, pun dengan kemiskinan tidak selalu buruk. Setiap keadaan memiliki sisi baik tersendiri.
Apa yang terlihat dalam pandangan manusia berbeda dengan pandangan Allah. Mulai belajar syukur dengan keadaan yang mungkin kini membuat kita selalu mengeluh. Akan ada hari Allah membalikkan semuanya dengan adil.
Belajar syukur dengan keadaan sama dengan membuka peluang pintu rezeki seseorang. Yang mana sesuai janji-Nya bahwa semakin seseoang itu bersyukur maka Allah akan tambah nikmatnya.
Kisah Tsa’labah bin Hathib
Tsalabah merupakan sahabat nabi yang sangat istiqomah mengikuti jamaah sholat bersama Rasulullah. Ia merupakan orang yang paling miskin hingga hanya memiliki satu sarung untuk shalat.
Setiap selesai shalat, Tsa’labah bergegas untuk pulang demi memberikan sarungnya pada istrinya agar bisa shalat, saking miskin kondisinya saat itu. Hingga suatu ketika dia mendatangi Rasulullah.
Tsa’labah meminta Rasulullah untuk mendoakannya agar Allah memberinya kecukupan rezeki. Rasulullah tak langsung memenuhi pintanya, ia menasehati Tsa’labah bahwa ketika ia mampu bersyukur dengan kondisi itu, maka itu lebih baik baginya.
Semula Tsa’labah menerima nasihat itu. Tibanya di rumah, ia masih berkeinginan untuk menjadi seseorang yang kaya. Maka keesokan harinya ia kembali mendatangi Rasulullah. Namun Rasulullah memberikan jawaban yang sama.
Di hari ketiga, Tsa’labah kembali lagi dan mendesak Rasulullah agar mendoakannya. Saat itu Rasulullah pun mendoakan agar Tsa’labah diberikan kekayaan. Rasulullah memberikan seekor domba untuk dipelihara.
Dalam waktu yang singkat, domba itu berkembang biak menjadi amat banyak. Akibatnya, Tsa’labah jarang mengikuti jamaah bersama Rasulullah karena harus menggembala domba-dombanya.
Bahkan ia sudah tidak pernah lagi datang ke masjid karena harus mengantarkan dombanya ke tempat yang jauh dari Makkah. Bahkan ketika utusan Rasulullah datang untuk meminta zakat, dengan tegas ditolaknya.
Ia berpendapat bahwa seluruh kekayaannya tidak ada sangkut paut dengan orang lain. Sehingga orang lain tidak berhak mendapatkannya sedikitpun. Kemudian Allah mengambil seluruh kekayaan Tsa’labah hingga kondisinya jauh lebih sengsara dari sebelumnya.
Berkaitan dengan peristiwa ini, turunlah wahyu QS. At-Taubah ayat 75-77. Sambil menaburkan tanah di kepalanya, Tsa’labah menangis sembari memanggil Rasulullah. Namun Rasulullah tidak menghiraukannya hingga ia disisihkan oleh masyarakat.
Kisah ini mengajarkan untuk senantiasa belajar syukur dengan keadaan yang telah Allah beri pada setiap kehidupan manusia. Keterbatasan kemampuan berpikir manusia kadang membuatnya menyimpulkan secara buruk.
Memaksakan takdir justru akan memperkeruh keadaan menjadi semakin buruk, seperti yang telah dialami oleh Tsa’labah bin Hathib. Jika dia belajar syukur dengan keadaan saat itu, mungkin keadaannya kini tidak jauh lebih buruk dari yang lampau.
Adanya kisah ini semoga memotivasi setiap pribadi untuk terus belajar syukur dengan keadaan yang mungkin dalam pandangan manusia itu buruk. Semoga bermanfaat untuk kamu yang baca!