BERITAISLAM.COM – Travelling ternyata telah ada sebelum berkembangnya transportasi yang kini semakin canggih. Muslim kuno hanya mengandalkan transportasi darat seperti dengan menunggang kuda ataupun unta. Ibnu Batutah menjadi pelopor traveller muslim kala itu.
Awal Perjalanan Panjang
Abu Abdullah Muhammad bin Abdullah bin Muhammad bin Ibrahim al-Lawati ath-Thanji, atau yang dikenal dengan Ibnu Batutah. Ia lahir di kota Tangier (Thanja), Maroko pada tahun 703 H/1304 M dengan nasab yang disandarkan pada kabilah Lawatah.
Ibnu Batutah merupakan tokoh utama traveller muslim pada abad ke-8 H/14 M. 28 tahun dari usianya dihabiskan untuk mengelilingi wilayah-wilayah yang terkenal pada zamannya. Perjalanan panjangnya dimulai dari Tangier sampai tiba di Mesir.
Keindahan Mesir dan kemegahan yang tidak dapat ditandingi ini memberikan dorongan untuk Ibnu Batutah menjelajah wilayah lain. Keinginannya ini dimulai dengan berkunjung di kota Makkah untuk melaksanakan ibadah haji.
Perjalanannya ke kota Makkah melalui jalur darat, menyusuri pantai Afrika Utara hingga tiba di Kairo. Ibnu Batutah memilih jalur pinggiran untuk sampai ke Madinah, tempat dimakamkannya Rasulullah.
Motivasi mengelilingi wilayah islam ini bermula dari mimpi Ibnu Batutah yang mana ada seekor burung membawanya mengelilingi wilayah Timur dengan sayapnya. Ibnu Batutah tetap bertekad meski rute jalan hingga musim hampir mengancam hidupnya.
Keputusan Mengelilingi Berbagai Wilayah
Pada usia 21 tahun, berawal dari perjalanan menunaikan ibadah haji ini ia banyak belajar mengenai hukum islam. Hingga dari Makkah pun ia memutuskan untuk melanjutkan perjalanannya mengelilingi jazirah Arab.
Dari jazirah Arab melanjutkan perjalanan menuju Syam. Yang kemudian dilanjut wilayah Persia, Bahrain, Oman, hingga Afrika Timur. Usai Afrika Timur, Batutah melanjutkan perjalanannya ke Asia Timur.
Bermodal transportasi dengan karavan unta dan terkadang berjalan kaki, Batutah mampu menjelajah 40 negara. Ia menghabiskan sekitar 28 tahun untuk menjelajah wilayah terkenal di masanya.
Dalam kisah perjalanannya, Ibnu Batutah mendapat banyak hadiah berupa pakaian, kuda, bahkan budak. Di Turki, ia disambut di istana Uzbeg dan tinggal di Bizantium selama sebulan.
Usai dari Turki, Batutah melanjutkan perjalanan ke India yang menjadi salah satu kota pertimbangannya kala itu. Dengan menetap selama delapan tahun di India, berharap ia akan mendapat jabatan hakim islam di sana.
Pada tahun 1334, Ibnu Batutah berhasil mendapat pekerjaan sebagai hakim Muhammad Tuglug, seorang sultan yang berkuasa kala itu. Namun ternyata Ibnu Batutah baru menyadari bahwa penguasa ini dengan mudah membunuh musuhnya tanpa belas kasih.
Perjalanan ke Timur menjadi babak paling mengerikan dalam pengembaraan Ibnu Batutah. Ia sempat diculik dan dirampok dalam perjalanannya di India. Saat perjalanannya berlayar, kapalnya kapalnya terhempas bahkan tenggelam dalam laut.
Ibnu Batutah masih terus melanjutkan perjalanannya menuju kepulauan Samudra Hindia di Maladewa dan menetap di pulau kecil itu selama setahun berikutnya. Di Maladewa Batutah kembali menjabat sebagai hakim selama tak ada masalah di sana.
Setelah sempat singgah di Sri Lanka, ia kembali melintasi Asia Tenggara dengan kapal dagang. Pada 1345 ia tiba di pelabuhan Quanzhou yang ramai dengan kekaisaran Tiongkok.
Ibnu Batutah menggambarkan Tiongkok sebagai kekaisaran yang aman dan indah akan pemandangan alamnya. Tempat inilah menjadi pertanda akan berakhirnya perjalanan Ibnu Batutah sebagai pelopor traveller muslim pada zamannya.
Pada tahun yang sama, Batutah berlabuh di pantai timur Sumatera. Batutah menjejakkan langkahnya di Kerajaan Samudera Pasai yang menjadi kerajaan islam pertama di Nusantara.
Setelah merasa berada di penghujung dunia, Ibnu Batutah memutuskan untuk kembali ke Maroko dan tiba di Tangier pada 1349. Tak berselang lama, Batutah memulai perjalanan panjang melintasi sahara menuju Kekaisaran Mali.
Pada 1354, Ibnu Batutah resmi kembali ke Maroko untuk selama-lamanya. Di tahun berikutnya, ia menghabiskan waktu untuk menulis kisah perjalanannya antar wilayah yang telah dijelajahi.
Setelah terbit karya tulisnya, Batutah lenyap dari sejarah dunia, dan diketahui meninggal sekitar tahun 1368. Ia menghabiskan banyak waktunya di jalan, pengembara hebat yang tidak pernah puas dengan satu kota saja.
Kisah ini menggambarkan bahwa istilah travelling telah ada pada masa kuno, bahkan Rasulullah juga pernah travelling melalui perjalanan isra’ mi’raj. Travelling bukan sekadar jalan-jalan biasa, namun juga menjadi kesempatan dalam menimba ilmu.
Semoga kisah ini menambah wawasan baru bahwa makna travelling begitu luas. Semoga bermanfaat untuk kamu yang baca!