BERITAISLAM.COM – Ada sebuah hadis yang menjelaskan bahwa kematian ulama adalah musibah. Banyaknya ilmu dan pengetahuan yang dimiliki oleh seorang ulama menjadi dasar mengapa seorang ulama adalah lentera bagi kaum muslimin. Bukan hanya keilmuannya, tapi juga teladan sikap yang bisa didapatkan umat dari perangai seorang ulama. Lalu, bagaimanakah kita harus memaknai hadis kematian ulama adalah musibah? Begini penjelasannya!
Memaknai Hadis Kematian Ulama adalah Musibah
Kematian ulama adalah kesedihan mendalam bagi kaum muslimin. Kesedihan ini merupakan wujud keimanannya, sebab sebagian dari penyampai ilmu agama dan pelita bagi umat Islam telah tiada. Kematian yang mendadak dan spesifikasi keilmuan seorang ulama juga yang menjadikan beliau begitu disegani dan dihormati.
Ungakapan kematian ulama adalah musibah pada dasarnya ada dalam sebuah hadis riwayat Imam At Thabarani. “Meninggalnya ulama adalah musibah yang tak tergantikan, dan sebuah kebocoran yang tak bisa ditambal. Wafatnya ulama laksana bintang yang padam. Meninggalnya satu suku lebih mudah bagi saya daripada meninggalnya satu orang ulama.” (H.R. At Thabarani dalam Mujam Al Kabir dan Al Baihaqi dalam Syuaib Al Iman dari Abu Darda)
Hadis itu memberi penjelasan yang jelas bahwa maksud musibah dari kematian seorang ulama adalah banyaknya nasihat agama yang bisa disampaikan dan dimiliki oleh seornag ulama bagi umat Islam. Sayangnya, waktu yang Allah berikan untuk beliau telah habis dan kematiannya hanya meninggalkan batas ilmu yang bisa diajarkan dan diteruskan pada generasi muslim yang ada.
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam pun menyatakan bahwa tidak bersedih dengan kematian seorang ulama adalah pertanda kemunafikan. Sabda Rasulullah Shallallahu Alaih Wa Sallam ini dikutip oleh Imam Al Hafizh Jalaluddin bin Abdurrahman bin Abu Bakar As Suyuthi dalam kitab Tanqih Al Qaul.
مَنْ لَمْ يَحْزَنْ لِمَوْتِ العَالِمِ، فَهُوَ مُنَافِقٌ مُنَافِقٌ مُنَافِقٌ
“Barangsiapa yang tidak sedih dengan kematian ulama maka dia adalah munafik, munafik, munafik.”
Dalil di atas menjadi gambaran jelas bahwa kesedihan harus ada dan lahir bagi kaum muslimin saat menghadapi kenyataan bahwa ada ulama yang hidup satu zaman dengannya telah kembali pada Allah. Kehilangan orang yang membimbing di jalan kebenaran sesuai dengan cahaya ilmu pengetahuan, sehingga wafatnya ulama sejalan dengan makna hilangnya ilmu pengetahuan.
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda tentang dicabutnya ilmu pengetahuan dengan mencabut nyawa seorang ulama. Diriwayatkan dari Al Imam Al Bukhari dan Muslim bahwa
ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠﻪ ﻻ ﻳَﻘْﺒِﺾُ ﺍﻟﻌِﻠْﻢَ ﺍﻧْﺘِﺰَﺍﻋَﺎً ﻳَﻨْﺘَﺰِﻋُﻪُ ﻣﻦ ﺍﻟﻌِﺒﺎﺩِ ﻭﻟَﻜِﻦْ ﻳَﻘْﺒِﺾُ ﺍﻟﻌِﻠْﻢَ ﺑِﻘَﺒْﺾِ ﺍﻟﻌُﻠَﻤَﺎﺀِ ﺣﺘَّﻰ ﺇﺫﺍ ﻟَﻢْ ﻳُﺒْﻖِ ﻋَﺎﻟِﻢٌ ﺍﺗَّﺨَﺬَ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺭﺅﺳَﺎً ﺟُﻬَّﺎﻻً ، ﻓَﺴُﺌِﻠﻮﺍ ﻓَﺄَﻓْﺘَﻮْﺍ ﺑِﻐَﻴْﺮِ ﻋِﻠْﻢٍ ﻓَﻀَﻠُّﻮﺍ ﻭَﺃَﺿَﻠُّﻮﺍ
“Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak mengangkat ilmu dengan sekali cabutan dari para hamba-Nya, akan tetapi Allah mengangkat ilmu dengan mewafatkan para ulama. Ketika tidak tersisa lagi seorang ulama pun, manusia merujuk kepada orang-orang bodoh. Mereka bertanya, maka mereka (orang-orang bodoh) itu berfatwa tanpa ilmu. Mereka sesat dan menyesatkan.”
Akhirnya, memaknai hadis kematian ulama adalah musibah berarti memaknai bahwa sumber ilmu pengetahuan dan teladan telah tiada. Kesedihan kemudian menjadi hal yang harus dirasakan kaum muslimin saat dihadapkan pada zaman dimana ia hidup ada seorang ulama yang meninggal. Semoga kita bisa mengambil banyak hikmah dan ilmu dari memaknai hadis yang menjelaskan tentang kematian ulama adalah musibah. Kemudian, Allah mampukan kita untuk mengambil ilmu dari ulama yang masih ada dan aktif menyampaikan ilmunya pada kita, di zaman yang sejalan dengan hidup kita. Barakallahufikum.
Baca Juga: Apa Makna Ungkapan Agama adalah Nasihat? Ternyata Begini Penjelasannya!