Profil Harun Ar-Rasyid, seorang pemimpin yang wibawanya mampu membuat Romawi menundukkan kepala sangatlah menarik. Terlepas dari kontroversi yang menjelekkan nama Harun, beliau tetap tercatat sebagai salah satu khalifah paling berpengaruh. Kebijakan dan perhatiannya terhadap Ilmu Pengetahuan telah mengantarkannya sebagai khalifah terbaik dinasti Abbasiyah berkuasa.
Profil Khalifah Terbaik Dinasti Abbasiyah, Harun Ar-Rasyid, Nasab dan Kehidupannya
Menurut laman Kisahmuslim.com, nama lengkap beliau adalah Harun bin al-Mahdi Muhammad bin al-Manshur Abu Ja’far Abdullah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas al-Qurasyi al-Hasyimi al-Abbasi. Harun Ar-Rasyid masih satu kabilah dengan Rasulullah ﷺ, tepatnya dari jalur paman Nabi yang bernama Abbas bin Abdul Muthalib.
Khalifah terbaik dinasti Abbasiyah ini diketahui lahir pada tahun 148 Hijriyah, di kota Ray, Khurasan. Nama ibu beliau adalah Al-Khayziran, sedangkan ayahnya, Al-Mahdi adalah pemimpin di wilayah tersebut. Harun Ar-Rasyid sendiri dikenal dengan sifat pemberani yang bersemayam dalam dirinya sejak usia belia. Sifat pemberani ini inilah yang membuatnya sukses menjadi pemimpin di masa mendatang.
Profil Harun Ar-Rasyid tak lepas dari kehidupannya sebagai seorang khalifah, lelaki sekaligus mujahid pemberani ini diangkat menjadi khalifah pada tahun 170 Hijriyah. Kala itu umurnya baru menginjak usia 25 tahun, dan beliau berhasil menduduki jabatan tersebut hingga tahun 1194 Hijriyah. Lelaki yang juga dipanggil dengan nama Abu Ja’far ini senantiasa menjalankan amal shaleh selama menjabat sebagai khalifah. Beliau gemar shalat sebanyak 1000 rakaat setiap hari, bersedekah 1000 dirham tiap hari dan sejumlah amal mulia lain.
Profil Harun Ar-Rasyid dan Keberaniannya Melawan Romawi
Kisah ini bermula saat Harun Ar-Rasyid menerima surat dari Nikephoros I, surat tersebut berisi pembatalan perjanjian damai (yang sudah disepakati dengan khalifah sebelumnya) antara Romawi dan Dinasti Abbasiyah. Adapun surat yang ditulis oles Nikephoros I kurang lebih berisi:
Dari Nikephoros, Kaisar Romawi, kepada Harun, Raja Arab. Amma ba’du..
Sesungguhnya kaisar sebelumku memberimu posisi benteng (dalam permainan catur pen.). Dan dia memposisikan diri sebagai pion. Ia bawakan kepadamu harta-hartanya. Sebenarnya aku bisa memberikan jumlah berkali lipat darinya. Tapi itu karena kelemahannya dan kebodohannya sebagai seorang wanita. Jika engkau membaca suratku ini, kembalikan apa yang telah engkau dapatkan sebelumku! Jika tidak, maka pedang (yang berbicara) antara aku dan dirimu!
Demi membaca surat tersebut, Harun Ar-Rasyid tersulut amarahnya, dan segera memerintahkan pasukan yang ia pimpin sendiri untuk menyerang Romawi. Sebelumnya Harun Ar-Rasyid juga mengirim surat balasan yang menolak permintaan tersebut. Hingga tak berselang lama, Harun Ar-Rasyid berhasil menaklukkan kota Hercules (Kota dekat Konstantinopel). Melihat hal tersebut, Nikephoros pun ketakutan dan kembali memohon perdamaian dengan bersedia membayar upeti. (Tarikh ath-Thabari bab Sanah Sab’u wa Tsamanin wa Mi-ah)
Mengutip dari laman Kisahmuslim.com, profil Harun Ar-Rasyid sebagai khalifah terbaik dinasti abbasiyah selain terkenal dengan keberaniannya, juga terkenal dengan keberhasilannya memakmurkan daerah yang ia pimpin. Hal ini tergambar dari sebuah ungkapan yang diucapkan langsung oleh Harun Ar-Rasyid:
أمطري حيث شئت؛ فسيأتيني خراجك
Artinya: “Hujanlah dimanapun yang kau inginkan. Hasil bumi pun akan datang padaku.” (Mausu’ah Akhlak wa Zuhd wa Raqa-iq Juz 1 Hal: 198).
Itu dia profil Harun Ar-Rasyid, salah satu khalifah terbaik dinasti abbasiyah yang berhasil membawa dinasti Abbasiyah menuju puncak kejayaannya. Kesalehan, keberanian, dan tawadhu-nya telah mengantarkannya pada derajat yang mulia di hadapan rakyat yang ia pimpin sehingga disebut sebagai khalifah terbaik dinasti abbasiyah .
Al-Fudhail bin Iyadh rahimahullah mengatakan, “Tidak seorang pun meninggal, lebih berat terasa kematiannya dibandingkan Amirul Mukminin Harun. Aku berandai-andai sekiranya Allah menambahkan umurnya dari umurku.” Ia melanjutkan, “Berat terasa bagi kami. Saat Harun wafat, muncullah fitnah. Al-Makmun (putra Harun) menyeru masyarakat meyakini bahwa Alquran itu makhluk.” (at-Tafsir min Sunan Said bin Manshur, Hal: 25
Baca Juga : Abu Rayhan Al Biruni: Sang Filsafat Sains Islam