BERITAISLAM.COM – Al-Qur’an memiliki banyak manfaat dalam seluruh aspek kehidupan. Selain menciptakan ketenangan, Al-Qur’an juga melunakkan hati yang kejam.
Sebagaimana Hajjaj bin Yusuf, pemimpin yang terkenal dengan kekejamannya dalam melakukan pembunuhan. Di balik sifat hinanya, tersimpan hikmah kebaikan yang perjuangannya hingga kini dirasakan.
Kisah Hajjaj bin Yusuf
Kisah ini diambil dari zaman pemerintahan khalifah Abdul Malik bin Marwan. Hajjaj bin Yusuf merupakan gubernur Irak yang dahulu juga menjabat sebagai gubernur Madinah. Hajjaj dikenal sebagai pemimpin zalim yang mudah menumpahkan darah.
Hajjaj bin Yusuf merupakan putra dari Yusuf bin Hakam. Seseorang yang taat dan berilmu serta menghabiskan banyak waktunya untuk mengajarkan Al-Qur’an. Hajjaj bin Yusuf juga seorang penghafal Al-Qur’an.
Sebagian riwayat menyebutkan ia menghatamkan Al-Qur’an tiga hari sekali, mengimami sholat, hingga berkhutbah. Hajjaj bin Yusuf dikenal sebagai seorang yang cerdik dan sangat mencintai Al-Qur’an.
Selain itu ia memiliki sifat yang pemberani, ahli strategi dan rekayasa, fasih dalam berkomunikasi, namun juga menghormati Al-Qur’an. Dengan rekam jejak yang kejam, siapa sangka bahwa Hajjaj bin Yusuf sangat tersentuh dengan lantunan ayat Qur’an.
Suatu hari Hajjaj bin Yusuf pernah berkhutbah, ia berkata “Wahai anak Adam, sekarang kamu dapat makan, tapi besok kamu akan dimakan.” Kemudian ia membacakan ayat Al-Qur’an Ali Imran ayat 185, ‘Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.’
Seketika air mata itu membasahi surbannya. Dari sini kita tahu bahwa Al-Qur’an melunakkan hati yang keras. Ibarat gunung yang kokoh hancur karena takut dan tunduk kepada Allah.
Pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan, wilayah kekuasaan islam menjadi sangat luas bahkan hingga ke benua Eropa. Kekhawatiran bagi muslim yang tidak berbahasa Arab menjadikan Hajjaj bin Yusuf memberikan tanda baca pada Al-Qur’an.
Pembagian mushaf menjadi 30 juz, serta pemberian tanda baca dalam Al-Qur’an ini merupakan hasil ijtihad Hajjaj bin Yusuf. Tujuan utamanya tak lain agar adanya keseragaman bacaan Al-Qur’an baik untuk keturunan Arab maupun bukan Arab.
Kekuasaan Hajjaj bin Yusuf
Hajjaj bin Yusuf merupakan gubernur di Baghdad dan Kufah di bawah pemerintahan khalifah bani Umayyah, Abdul Malik bin Marwan bin Hakam. Kekuasaannya meliputi Irak dan seluruh Masyriq serta negeri di seberangnya.
Hajjaj dikenal sebagai penguasa yang memegang kendali dengan penuh kesombongan. Sejarah mencatat bahwa ia telah membunuh Abdullah bin Zubair demi mendudukkan Irak di bawah kekuasaan Bani Umayyah.
Selama lebih dari 20 tahun beliau melakukan berbagai macam pembunuhan dan pembantaian. Di bawah kepemimpinan Abdul Malik bin Marwan, Hajjaj menyerang dan melakukan pengepungan di kota Makkah selama 6 bulan.
Tanpa memperdulikan kesucian kota Makkah, ribuan nyawa melayang serta darah tumpah dimana-mana dalam penyerangan ini. Sebagian dari bagunan ka’bah hingga roboh.
Hajjaj bin Yusuf meninggal pada bulan Ramadhan tahun 95 hijriyah. Kisah akhir hidupnya begitu tragis. Beliau mengalami sakit yang berpindah-pindah di sekujur tubuhnya.
Rasa sakitnya begitu parah, hingga seorang dokter memasukkan sepotong daging yang diikat dan dimasukkan dalam kerongkongannya. Ketika dikeluarkan, daging-daging itu dipenuhi dengan cacing.
Penyakit aneh ini terus dialaminya, hingga Hajjaj bin Yusuf meminta Imam Hasan al-Bashri mendoakan agar dipercepat pencabutan nyawanya dan memperpanjang siksa kematiannya. Setelah berhasil dicabut nyawanya, seluruh orang termasuk kalangan ulama turut berbahagia.
Akhir Kisah Al-Qur’an Melunakkan Hati yang Kejam
Di balik kezaliman Hajjaj bin Yusuf, hatinya masih tergerak untuk memuliakan Al-Qur’an. Bahkan hatinya menangis setiap melantunkan ayat Al-Qur’an.
Allah menjadikan Al-Qur’an mudah dipahami sehingga mudah dijangkau dan dipelajari setiap orang yang ingin merenungi kandungan maknanya. Tak sekadar pengetahuan, hendaknya direalisasikan dalam kehidupan dunia.
Meski Hajjaj merupakan pemimpin yang kejam dan zalim, namun keyakinannya terhadap Al-Qur’an lebih baik dari orang bersahaja yang menentang ayat Al-Qur’an ketika bertentangan dengan akal mereka.
Orang yang terlihat buruk pun belum sepenuh kehidupannya hina. Pasti ada kebaikan dibalik semua tindak tercela yang dilakukannya selama hidup. Sebagaimana Hajjaj bin Yusuf yang berdoa di akhir hayatnya agar diampuni oleh Allah meski orang lain mengira ia tidak akan pernah diampuni.
Kisah teladan ini mengajarkan banyak hal bahwa begitu mulia kedudukan Al-Qur’an hingga bisa melunakkan hati yang keras dan kejam. Semoga kisah ini menjadi motivasi untuk selalu memuliakan Al-Qur’an dan mempelajarinya.
Baca juga : Kisah Bacaan Al-Qur’an Usaid bin Hudhair yang Disaksikan Malaikat