BERITAISLAM.COM – Overthinking menjadi istilah kekinian untuk orang yang gemar memikirkan semuanya dalam satu waktu. Praktek overthinking ini ternyata telah ada di tengah sahabat nabi, salah satunya Tsabit bin Qais.
Terkadang overthinking punya sisi baik dalam hal ibadah. Artikel di bawah akan dijabarkan sejarah singkat kehidupan Tsabit bin Qais hingga pada akhirnya gugur dalam syahid. Simak artikel di bawah dengan seksama!
Siapakah Sosok Tsabit bin Qais?
Tsabit bin Qais merupakan sahabat Anshar yang dikenal memiliki suara yang tinggi dan lantang dalam berbicara. Kecakapan dan fasihnya berbicara membuatnya menyandang amanah sebagai pembicara mewakili kaum Anshar.
Beliau mewakili kaum Anshar untuk berbicara kepada Rasulullah saat kali pertama Rasulullah menginjakkan kakinya ke Madinah setelah perjalanan hijrahnya dari Makkah. Kemampuan yang dimilikinya menjadikannya juru bicara islam.
Rasulullah telah menguji ketangkasannya dalam bertutur kata dengan menjadikannya juru bicara ketika kedatangan Bani Tamim. Suaranya yang kuat, tegas, dan mempesona menjadikan Bani Tamim terpukau dengan kalimat ajakannya dalam menyeru islam.
Suatu hari turun ayat Al-Qur’an surat Al-Hujurat ayat 2, yang mana ayat ini berbunyi,
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian meninggikan suara kalian diatas suara nabi, dan janganlah kalian berkata kepadanya dengan suara yang keras sebagaimana kerasnya suara sebagian kalian kepada sebagian yang lain, nanti (pahala) amal kalian akan terhapus sedangkan kalian tidak menyadarinya.”
Getar hatinya ketika mendengar ayat tersebut. Tsabit bin Qais masuk dan mengunci pintunya sembari menangis di dalam rumahnya. Ia tak lagi menampakkan diri di hadapan Rasulullah.
Maka dengan ini Rasulullah mengutus salah seorang sahabat untuk mengunjungi Tsabit. Ketika ditanya, Tsabit menjelaskan penyebab kesedihannya karena ia merasa telah menggunakan nada tinggi ketika berbicara dengan Rasulullah.
Semakin tinggi keimanan seseorang, ia akan selalu melakukan introspeksi. Tsabit bin Qais dikenal akan kesalehannya dan takut kepada Allah. Maka dengan ini Rasulullah menjelaskan ayat tersebut seraya bersabda kepada Tsabit,
“Engkau tidak termasuk bagian di antara mereka bahkan engkau hidup dalam kebaikan dan engkau akan berperang hingga gugur sebagai syahid dan engkau memasukkanmu dalam surga.”
Meski ayat ini tidak ditujukan pada Tsabit, secara sadar Tsabit mengira karakter yang dijelaskan adalah dirinya. Sehingga ia merasa sedih dengan terus memikirkan hal itu.
Selain keahliannya dalam berbicara, Tsabit juga dikenal keberaniannya dalam berperang. Ia ikut serta dalam setiap peperangan bersama Rasulullah, hingga puncaknya dalam perang Yamamah.
Melihat serangan mendadak dari pasukan Musailamah al-Kadzab, dengan suara lantangnya ia berteriak mengingatkan bahwa perang ini berbeda dari perang bersama Rasulullah. Ia mengenakan kain kafan dan berdiri tegak di tengah medan perang.
Dalam perang Yamamah ini, Tsabit bin Qais gugur sebagai syahid, sebagaimana yang disabdakan Rasulullah kala itu. Kisah Tsabit bin Qais ini mengajarkan bahwa tidak hanya lihai dalam berbicara, keberanian dalam perang, namun juga ketaatan kepada Allah.
Overthinking Ala Sahabat Nabi
Dari kisah Tsabit bin Qais kita tahu bahwa overthinkingnya sahabat nabi bukan lagi masalah dunia. Namun takut hilangnya amal ibadah sebab satu kesalahan sepele.
Sehingga nasihat apapun yang datangnya dari Allah dan Rasulullah langsung dilaksanakan meski belum tahu alasan di baliknya. Tindakan ini dilakukan karena pengetahuan yang kuat bahwa apapun yang datang dari Allah pasti berupa kebaikan.
Terkadang overthinking mengganggu kesehatan mental seseorang kecuali overthinking dalam hal beribadah. Overthinking dalam urusan agama itu baik karena mampu meningkatkan kualitas ibadah seseorang.
Sebagaimana Tsabit bin Qais yang khawatir amal ibadahnya terhapus hanya karena berbicara menggunakan nada tinggi kepada Rasulullah. Sehingga kedepannya lebih mudah baginya untuk memperbaiki diri.
Dari kisah Tsabit bin Qais, cara mengatasi overthinking yang pertama adalah dengan mencari penjelasan. Memohon kepada Allah agar diberi petunjuk serta ketenangan dalam menghadapi masalah.
Bangun keyakinan bahwa Allah akan memberikan solusi yang terbaik. Fokus pada solusi dengan mengambil tindakan yang tepat dan bijak. Hiasi juga hati dengan doa dan dzikir.
Demikian kisah overthinking sahabat nabi yang dikutip dari Tsabit bin Qais. Semoga dengan ini menambah keimanan kita untuk terus memperbaiki diri berdasar sikap yang dianjurkan dalam Al-Qur’an dan sunnah.