BERITAISLAM.COM – Banyak kisah teladan yang berasal dari kisah hidup sahabat Nabi, salah satunya adalah kisah hidup Sa’ad bin Abi Waqqash. Banyak dari kisah-kisah mereka datang dari hikmah perjalanan hidup yang luar biasa. Kisah sang Singa yang Menyembunyikan Kukunya atau sebutan dari Sa’ad Bin Abi Waqqash juga menjadi salah satu kisah yang luar biasa menginspirasi. Apa saja hikmah dari kisah hidup Sa’ad bin Abi Waqqash? Ini dia kisahnya!
Profil Sa’ad Bin Abi Waqqash
Salah satu sahabat Nabi yang memiliki banyak keahlian dalam memanah adalah Sa’ad Bin Abi Waqqash. Dikenal sebagai “Singa yang Menyembunyikan Kukunya”, Sa’ad adalah tokoh penting dalam sejarah Islam. Dia adalah bagian dari Bani Zuhrah dan memiliki hubungan keluarga dengan Nabi Muhammad dari pihak ibu. Kisah hidup Sa’ad bin Abi Waqqash dimulai saat ia masuk Islam diumur 17 tahun. Sebagai seorang pemuda di usia 17 tahun, tentu ia sama seperti pemuda lainnya yang memiliki nafsu yang menguasai tubuhnya. Namun, hidayah Allah membimbingnya menuju kondisi yang membuat banyak orang kagum, karena dia adalah salah satu sahabat Nabi yang pertama memeluk Islam setelah keyakinannya diperkuat oleh Abu Bakar Ash Shiddiq.
Ada banyak keistimewaan pada pribadi Sa’ad Bin Abi Waqqash yang layak dijadikan panutan. Dua sifat baik yang patut dijadikan teladan bagi generasi muda saat ini dari pribadi Sa’ad Bin Abi Waqqash yang pertama adalah keterampilan memanahnya dia gunakan untuk membela agama Islam dan yang kedua adalah Sa’ad satu-satunya individu yang mendapatkan jaminan dari Rasulullah atas nama kedua orang tuanya lewat ucapan Rasulullah saat perang Uhud “Panahlah hai Sa’ad. Ibu dan Bapakku menjadi jaminan bagimu…”
Karakter Sa’ad yang layak dijadikan teladan
Keteguhan Iman
Keteguhan iman yang terlihat dari kisah hidup Sa’ad Bin Abi Waqqash dimulai saat ia memeluk Islam. Saat itu ibunya berusaha keras mencegahnya dengan mogok makan dan minum dengan harapan agar anaknya kembali pada agama berhala. Sikap tersebut berlangsung cukup lama hingga ibunya hampir meninggal karena mogok makan dan minum itu.
Meski ibunya berbuat demikian, Sa’ad dan keimanan dan kasih sayangnya terhadap Allah dan Rasulullah lebih kuat daripada segalanya. Sa’ad pun menjelaskan pada ibunya dnegan berkata sambil mernagkul ibunya “Wahai Ibu, demi Allah, meskipun engkau memiliki tujuh puluh nyawa yang melayang satu demi satu, aku takkan pernah meninggalkan agamaku.” Ibunya pun merasa dan memahami bahwa anaknya telah berubah sangat drastis dan melepaskan anaknya utnuk memeluk Islam dengan penuh perasaan sedih. Allah kemudian mengabadikan kisah Sa’ad dalam Alquran melalui ayat yang mengatakan bahwa ”Dan jika keduanya memaksamu untuk memperseutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.”
Pemberani karena Allah
Kisah hidup Sa’ad bin Abi Waqqash juga identik dengan sikap beraninya untuk menegakkan kebenaran. Keberanian Sa’ad terlihat jelas dalam perannya selama perang Qadisiyyah dan pembebasan Madain di Persia. Pada masa khalifah Umar bin Khatab, berita tentang serangan licik angkatan persia terhadap kaum Muslimin datang terus menerus. Ditambah dengan kekalahan dalam Perang Jembatan, di mana ribuan Muslim syahid setiap harinya dan pengkhianatan penduduk Iraq terhadap perjanjian perlindungan. Menghadapi situasi tersebut, khalifah Umar bin Khatab merencanakan untuk memimpin serangan melawan Persia sendiri. Meskipun begitu, nasehat dari para sahabat Nabi lainnya membuatnya mempertimbangkan ulang.
Abdurrahman bin Auf mengusulkan agar Sa’ad bin Abi Waqqash yang memimpin. Ia berkata pada Umar “Sebaiknya kamu mengutus orang yang memiliki cakar-cakar seperti singa. Dia adalah Sa’ad Bin Abi Waqqash.” Usulan tersebut diterima oleh semua sahabat Nabi, karena keunggulan sifat Sa’ad yang akan mendukung perannya nanti.
Banyak keunggulan Sa’ad yang menjadi pertimbangan. Pertama, doa-doanya sering dikabulkan, terutama karena doa Nabi yang berbunyi “Ya Allah, tepatkanlah bidikan panahnya dan kabulkanlah doanya…” Kedua, Sa’ad adalah pemanah ulung yang jarang meleset, serta memiliki pengalaman sebagai pemimpin pasukan berkuda sejak perang Badar. Ketiga, integritasnya dalam makanan dan perkataan, serta hatinya yang suci dari hasad (dengki) menjadikannya pribadi yang layak dipercaya. Keempat, keteguhan dan ketebalannya dalam iman sejak usia muda telah terbukti. Kisah hidup Sa’ad bin Abi Waqqash memang dipenuhi dengan keteladanan yang terus diteladani, bahkan saat raganya sudah tak ada.
Itulah kisah hidup Sa’ad Bin Abi Waqqash yang memiliki julukan “Singa yang Menyembunyikan Kuku-Kukunya”. Dialah seorang sahabat mulia yang akhirnya mengakhiri hidupnya dengan mengenakan kain yang sama seperti dalam perang Badar. Selain julukan sebagai Sang Pemanah, kisah hidup Sa’ad Bin Abi Waqqash juga dihiasi dengan akhlaknya yang mulia dan keberkahan Allah yang ditampakkan Allah semasa hidupnya.
Baca Juga: 5 Keutamaan Abu Bakar As-Siddiq, Salah Satunya Bisa Masuk Surga dari Pintu Manapun