BERITAISLAM.COM – Rasulullah menyebut Muadz bin Jabal sebagai sosok yang paling tahu tentang halal dan haram. Keberaniannya juga hampir setara dengan Umar bin Khattab.
Meski usia Muadz bin Jabal tergolong muda, tidak menghalanginya mendapat kedudukan tinggi di hati Nabi. Kisah hidupnya terus diabadikan demi menginspirasi generasi muda, bahwa usia bukan penghalang seseorang dalam mengejar pahala akhirat.
Mengenal Sosok Muadz bin Jabal
Muadz bin Jabal al-Anshari merupakan sahabat nabi yang dikenal sebagai sosok yang cerdas, berilmu, dan pemberani. Ia dikenal juga sebagai pelita ilmu dan amal, yang kelak ia akan menjadi pemimpinnya para ulama di akhirat kelak.
Muadz lahir dan besar dari kabilah Aus, kabilah terbesar besar yang terpandang di Kota Madinah. Ia memeluk islam pada usianya yang masih belia yaitu 18 tahun. Dari Muadz kita belajar bahwa usia muda tidak menjadi penghalang seseorang dalam taat kepada Allah.
Meski sangat muda, ia memiliki pemahaman yang baik dan wawasan yang amat luas mengenai islam. Ia turut diutus Rasulullah untuk berdakwah ke Yaman setelah Perang Tabuk.
Ketika Rasulullah mengutusnya ke Yaman, Rasul mengiringi Muadz bin Jabal yang berada di atas tunggangannya. Ketika hendak berpisah, beliau berwasiat dan memberi sabda,
“Hai Muadz, bisa jadi kau tidak akan berjumpa lagi denganku selepas tahun ini. Engkau lewat masjidku dan di sini kuburku.”
Muadz menangis dan sangat takut berpisah dengan Rasulullah, namun Rasul menenangkannya bahwa orang yang paling utama di sisiku adalah orang yang bertakwa, siapapun dan dimanapun mereka.
Semasa Rasulullah hijrah ke Madinah, Muadz bin Jabal sangat memanfaatkan kesempatan belajar ilmu Al-Qur’an dan syariat. Ia sangat bersungguh-sungguh dalam mempelajari ilmu Al-Qur’an dan syariat langsung dari Rasulullah.
Kesungguhannya dalam menimba ilmu menjadikannya salah satu dari enam penghafal Al-Qur’an terbaik di zaman Rasulullah. Bacaannya begitu fasih diantara sahabat lainnya, juga yang paling berilmu tentang hukum-hukum agama.
Diantara sahabat yang banyak dipuji adalah Muadz bin Jabal. Rasulullah bersabda bahwa Muadz bin Jabal merupakan umatnya yang paling mengetahui halal dan haram. Pujian Rasul bukan sekadar basi-basi belaka, namun sebagai rekomendasi dan rujukan bagi umatnya.
Muadz wafat sebab wabah penyakit korela di Syam. Semula penyakit itu muncul dijempolnya, yang kemudian ia mengusap di mulutnya sembari berkata, “Ya Allah, sesungguhnya ini kecil, berkahilah. Sesungguhnya Engkau Maha Memberi keberkahan pada yang kecil.”
Muadz bin Jabal wafat di Yordania (Syam) dengan kisaran usia sekitar 33 tahun. Perjuangannya dalam islam amatlah banyak, tak hanya mengandalkan kecerdasan namun juga keberanian menyampaikan hukum islam.
Teladan Sikap Muadz bin Jabal
Muadz bin Jabal merupakan sosok yang murah tangan, lapang hati, dan tinggi budi. Tidak ada sesuatu apapun yang diminta kepadanya, kecuali akan diberikannya secara berlimpah dengan hati yang ikhlas.
Meski telah kaya raya sekalipun, Muadz memperoleh hartanya secara halal. Ia begitu teliti akan perolehan suatu barang dan menolak dari menerima barang yang syubhat.
Kemudian Muadz pindah ke Syria (Suriah) sebagai guru dan ahli hukum. Ketika Abu Ubaidah bin Jarrah wafat, Muadz menggantikan kepemimpinannya sebagai Amirul Mukminin, meski kepemimpinannya tak berselang lama.
Dari Muawiyah bin Qurrah, Muadz bin Jabal memberikan nasihat kepada anaknya,
“Apabila engkau shalat, shalatlah seakan itu shalat terakhirmu. Jangan berpikir kalau kau nanti akan mengerjakannya kembali. Ketahuilah anakku, seorang mukmin itu mati diantara dua kebaikan. Kebaikan yang telah ia kerjakan dan kebaikan yang hendak dikerjakan.”
Kisah teladan Muadz bin Jabal mengajarkan bahwa usia bukan penghalang seseorang dalam menimba ilmu, terutama ilmu agama. Kecerdasan pemahaman Muadz bin Jabal ini menjadi bukti bahwa kunci peradaban islam dimulai dari generasi muda.
Masa muda merupakan puncak waktu untuk mempelajari makna agama islam yang berdasar pada Al-Qur’an dan sunnah. Yang mana ketika masa muda ini pikirannya belum rumit karena bercampur dengan memikirkan hal lain.
Bicara soal usia juga tidak ada yang tahu kapan akan berakhir. Sebaiknya memang tidak boleh menunda melakukan kebaikan selama masih ada kesempatan baik di depan.
Cita-cita yang tinggi serta komitmen dalam menimba ilmu menjadi kunci dalam kesuksesan belajar. Serta keberanian dalam menyuarakan kebenaran dalam menetapkan hukum Allah menjadikan Muadz bin Jabal pemimpin para ulama di akhirat kelak.
Demikian singkat teladan Muadz bin Jabal yang semoga dengan ini mampu menginspirasi para pemuda untuk semangat dalam menimba ilmu. Ketemu lagi di kisah teladan lainnya!
Baca juga : Kisah Tsabit bin Qais